www.pembaharuan.com, PATI – Merasa saling memiliki ijin untuk mengelola lahan garapan di kawasan hutan. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Panduwana dan Kelompok Tani Hutan (KTH) Ngudi Makmur di Desa Regaloh Kecamatan Tlogowungu, Pati bersitegang, Rabu (15/3/2022).
Kelompok Tani Hutan (KTH) Ngudi Makmur di Desa Regaloh memasang spanduk klem bahwa lahan tersebut adalah lahan yang mereka kelola. |
Persoalan
ini disebapkan lantaran LMDH Panduwana di Desa Regaloh masih menggarap lahan
yang diklem oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Ngudi Makmur sebagai lahan yang
mereka kelola sesuai dengan SK yang diberikan oleh presiden.
Ketegangan
pun terjadi ketika KTH Ngudi Makmur memasang spanduk bertuliskan (Mohon maaf, siapa yang mengelola lahan
tanpa seijin KTH Ngudi Makmur maka tidak di perbolehkan. Karena lahan hutan ini
sudah di SK kan oleh MEN LHK untuk KTH Ngudi Makmur). Alhasil, kedua
kelompok tersebut pun saling beradu argumen hingga hampir terjadi adu pukul.
Ketua KTH Ngudi Makmur Baedi mengungkapkan, pihaknya sudah menerima SK dari tanggal 10 maret 2023 kemarin yang diserahkan Presiden saat di Blora. Namun SK tersebut sudah diterbitkan sejak tanggal 6 maret 2023.
“Setelah
kami dapat SK kami kan harus berpegang dengan SK yang ada. Namun dari pihak
yang lain bersikukuh bahwa hutan ini milik Perhutani,” katanya.
Padahal
lanjutnya, perhutani mengelola hutan itu dasarnya dari PP No. 11 tahun 2010
yang intinya PP itu menegaskan bahwa negara menugaskan Perhutani untuk
mengelola hutan dikawasan Jawa – Bali.
“Namun, PP No.
11 tahun 2010 itu sudah diganti dengan PP No. 23 tahun 2021. Dengan demikian
tugas atau fungsi perhutani sudah tidak seperti PP sebelumnya,” jelasnya.
Pihaknya pun
memohon agar pihak-pihak terkait dalam hal ini Pemda, Perum Perhutani bersama
KPH, LMDH dan pihak terkait lainnya bisa duduk bersama untuk menjelaskan kepada
masyarakat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Menanggapi
hal tersebut, Ketua LMDH Panduwana Desa Regaloh Sukoyo mengatakan. Perhutani
itu kan bermitra dengan LMDH, tapi dari
pihak KPH Ngudi Makmur mengklaim bahwa lahan ini adalah lahan mereka.
“Mereka
memasang spanduk yang bertujuan mau menghentikan pengerjaan yang sudah
dilakukan pesanggem yang juga mereka ini dari petani regaloh semua bukan dari
luar,” katanya.
Dirinya
menjelaskan, untuk tebangan ini sudah sesuai dengan yang diterapkan perhutani.
Kalau pun ada SK, itu masih SK indikatif belum dedikatif. Jadi LMDH masih
berhak untuk membagi wilayah ini untuk bekerjasama dengan Perhutani.
“Lain lagi
kalau SK itu sudah keluar, yakni SK Perhutanan Sosial mungkin mereka yang akan memiliki
hak untuk penggarapannya,” jelasnya.
Sukoyo juga
berharap, bahwa sama-sama satu desa agar tidak ada kerusuhan dan tetap kondusif.
Kalau memang SK sudah turun dan sudah menunjukkan petak sekian luasan sekian ya
silahkan.
“Kalau
sebelum ada penerbitan SK yang disertai dengan wilayah dan luasannya mohonlah
jangan sampai ada kerusuhan karena dalam hal ini itu masih dipegang oleh perhutani
dan lembaga sebagai mitranya,” tegasnya.(*/din/mel)