Evi Sri Suprihati menunjukkan sejumlah kerajinan tangan buatannya. |
Pembaharuan.com, PATI - Bekas bungkus Kopi, Minyak goreng, Koran maupun sampah apapun, jika sudah terkena sihir tangan Evi Sri Suprihati akan berbeda hasilnya. Benda-benda itu tidak akan lagi sebagai sampah, melainkan punya daya jual kembali, bahkan sampai melenggang ke pasar manca negara.
Begitulah
kegiatan perempuan yang sering dipanggil Evi itu. Perempuan asli Desa Panggung
Royong, kecamatan Wedari Jaksa telah memulai pengolahan limbah rumah tangga
sejak 2012 lalu. Sudah beragam produk yang ia hasilkan, mulai dari kotak
pensil hingga tas bergaya untuk para ibu-ibu.
Ia mengaku
motivasinya membuat sejumlah produk dari bahan-bahan sampah itu terdorong atas
keprihatinannya terhadap sampah yang ada di sekitar lingkungannya. Baginya
banyak orang tidak sadar sampah-sampah yang mereka buang dapat diolah kembali
dan menambah uang jajan dan meringankan uang belanja.
"Agar
sampah tidak selamanya sampah, lumayan kan kalau untuk nambah uang jajan,"
kata Evi ketika diwawancarai, Kamis (23/9/2021).
Dalam
produksinya sendiri, Evi mengerjakan sendiri kerajinan yang dibuatnya ini,
ternyata dapat mengumpulkan banyak sekali sampah. Ia memisalkan, dalam satu
produk seperti kontak pensil sendiri ia dapat mendaur ulang sebanyak 151 pices
plastik. Atau saat membuat tas dari bungkus minyak goreng ia bisa mengurangi 10
hingga 20 bungkus minyak.
Meski begitu
Evi masih merasa kesulitan mengajak orang-orang di sekitarnya untuk ikut andil.
Bahkan dirinya sempat melakukan pelatihan bersama BLK untuk mengolah sampah
tapi belum banyak orang disekitar rumahnya
melirik kegiatan yang ia geluti itu.
"Harapannya
bisa mengurangi pencemaran, dan ingin masyarakat melek lingkungan dan
pilah-pilah sampah buat diolah kembali,” tambahnya.
Selain itu,
Evi juga mengalami kendala lain saat di tengah pandemi seperti ini. Dirinya
mengaku penjualan produknya menurun drastis. Hal ini memang tidak bisa
dipungkiri karena beberapa orang juga
lebih fokus pada kebutuhan pokok mereka.
"Pandemi
ini berkurang. Selain selera juga, untuk saat ini mereka kan lebih fokus di kebutuhan primer, sedangkan
kerajinan kayak gini kan kebutuhan sekunder.
Tapi harapannya sih dari dinas ngadain pameran atau apa lagi gitu,”
tambahnya.
Tapi yang
jelas, produk yang dihasilkan oleh Evi
telah melalang buana. Mulai dari penjualan di dalam kota, Semarang hingga yang terjauh sampai ke New Zealand.
Meski ia menyadari promosi yang ia lakukan selama ini hanya lewat teman ke
teman. "Kalau terjauh di New Zealand, dibawa teman ke sana,” pungkasnya.(din/mel)